Thursday, September 12, 2019

Cita-citaku


Sebelum tumbuh dan sadar bahwa saya adalah salah seorang manusia yang dikutuk menjadi bagian dari orang-orang yang tidak memiliki ketahanan dan kekuatan fisik yang mumpuni, saya langsung mengganti harapan idealis dari ingin menjadi seorang atlet menjadi seorang yang biasa-biasa saja. Hidup begitu santai, dan hanya itu yang saya pikir.
            Selepas hidup dalam bayang-bayang menjadi seorang manusia yang biasa saja, beberapa tahun sebelum saya memutuskan ingin menjadi seorang atlet, saya pernah berkeinginan menjadi seorang guru yang jahat. Hal yang saya pikir kala itu dan akan saya realisasikan pertama ketika sah menjadi guru adalah menghukum atau lebih tepatnya iseng terhadap seorang murid yang kelak saya ketahui bahwa hal semacam itu adalah tidak baik, sangat tidak baik. Begini.
            Saya akan memarahi dan mengeluarkan maki-makian yang tak akan tanggung seandainya banyak murid yang tololnya kebangetan, barangkali ini juga dilatarbelakangi oleh sikap gemas saya terhadap segala kelakuan bodoh manusia yang sebenarnya bisa tidak ia lakukan sebagai seorang manusia. Setelah puas memarahi murid-murid bodoh tadi, hal selanjutnya yang akan saya lakukan adalah memeriksa tugas mereka. Dan andai ada seorang murid yang benar-benar bodoh lagi dalam melaksanakan tugas untuk anak seusianya, saya akan suruh dia ke depan untuk mengambil buku tugasnya. Ketika dia tiba tepat di depan dan sejengkal lagi tangannya akan mendapatkan buku miliknya itu, saya akan melemparnya ke belakang, jauh ke belakang sambil membayangkan sebuah adegan slow motion buku tersebut lewat di hadapan muka si murid dan ia hanya melongo menampakkan wajah tololnya sambil melihat buku itu melewatinya.
            Beberapa bulan sebelum saya bercita-cita menjadi seorang guru berwatak antagonis dan lebih condong sebagai seseorang yang akan menjadi musuh setiap murid, saya pernah memiliki harapan pada Tuhan untuk menjadikan saya seorang pemain sepak bola. Keinginan ini tentu tidak terlepas dari hobi yang hampir saya lakukan setiap sore bersama kawan-kawan kecil saya, namun ada faktor lain yang lebih krusial, bahwa negeri ini butuh seorang jenius dalam dunia sepak bola dan sayalah orangnya. Negara miskin yang gemar berkelahi ini butuh harapan, dan sayalah orangnya. Pendeknya Negara ini butuh saya dan saya sangat dibutuhkan oleh negara ini.
            Hidup terus berjalan hingga tibalah hari ini, beberapa detik sebelum saya menuliskan cerita pendek ini, ada satu hal yang ingin saya lakukan. Sesuatu yang memiliki efek kejut sekaligus memberikan kesenangan seperti mencuri buah mangga milik tetangga, maka terbersitlah sebuah pikiran bahwa sepertinya berbohong enak juga. Maka dimulailah sebuah cerita bohong saya mengenai cita-cita yang agaknya tidak bagus dan kurang menarik untuk dibaca, kalimat pembukanya saja ditulis seperti ini “Sebelum tumbuh dan sadar bahwa saya adalah salah seorang manusia yang dikutuk menjadi bagian dari orang-orang yang tidak memiliki ketahanan dan kekuatan fisik yang mumpuni, saya langsung mengganti harapan idealis dari ingin menjadi seorang atlet menjadi seorang yang biasa-biasa saja.”

0 comments