Cita-citaku
Sebelum tumbuh dan sadar bahwa saya adalah salah seorang
manusia yang dikutuk menjadi bagian dari orang-orang yang tidak memiliki ketahanan dan
kekuatan fisik yang mumpuni, saya langsung mengganti harapan idealis dari ingin
menjadi seorang atlet menjadi seorang yang biasa-biasa saja. Hidup begitu
santai, dan hanya itu yang saya pikir.
Selepas hidup dalam bayang-bayang menjadi seorang manusia
yang biasa saja, beberapa tahun sebelum saya memutuskan ingin menjadi seorang
atlet, saya pernah berkeinginan menjadi seorang guru yang jahat. Hal yang saya
pikir kala itu dan akan saya realisasikan pertama ketika sah menjadi guru
adalah menghukum atau lebih tepatnya iseng terhadap seorang murid yang kelak
saya ketahui bahwa hal semacam itu adalah tidak baik, sangat tidak baik.
Begini.
Saya akan memarahi dan mengeluarkan maki-makian yang tak
akan tanggung seandainya banyak murid yang tololnya kebangetan, barangkali ini
juga dilatarbelakangi oleh sikap gemas saya terhadap segala kelakuan bodoh
manusia yang sebenarnya bisa tidak ia lakukan sebagai seorang manusia. Setelah
puas memarahi murid-murid bodoh tadi, hal selanjutnya yang akan saya lakukan
adalah memeriksa tugas mereka. Dan andai ada seorang murid yang benar-benar
bodoh lagi dalam melaksanakan tugas untuk anak seusianya, saya akan suruh dia
ke depan untuk mengambil buku tugasnya. Ketika dia tiba tepat di depan dan
sejengkal lagi tangannya akan mendapatkan buku miliknya itu, saya akan
melemparnya ke belakang, jauh ke belakang sambil membayangkan sebuah adegan slow motion buku tersebut lewat di
hadapan muka si murid dan ia hanya melongo menampakkan wajah tololnya sambil melihat
buku itu melewatinya.
Beberapa bulan sebelum saya bercita-cita menjadi seorang
guru berwatak antagonis dan lebih condong sebagai seseorang yang akan menjadi
musuh setiap murid, saya pernah memiliki harapan pada Tuhan untuk menjadikan
saya seorang pemain sepak bola. Keinginan ini tentu tidak terlepas dari hobi
yang hampir saya lakukan setiap sore bersama kawan-kawan kecil saya, namun ada faktor
lain yang lebih krusial, bahwa negeri ini butuh seorang jenius dalam dunia
sepak bola dan sayalah orangnya. Negara miskin yang gemar berkelahi ini butuh
harapan, dan sayalah orangnya. Pendeknya Negara ini butuh saya dan saya sangat
dibutuhkan oleh negara ini.
Hidup terus berjalan hingga tibalah hari ini, beberapa detik
sebelum saya menuliskan cerita pendek ini, ada satu hal yang ingin saya
lakukan. Sesuatu yang memiliki efek kejut sekaligus memberikan kesenangan
seperti mencuri buah mangga milik tetangga, maka terbersitlah sebuah pikiran
bahwa sepertinya berbohong enak juga. Maka dimulailah sebuah cerita bohong saya
mengenai cita-cita yang agaknya tidak bagus dan kurang menarik untuk dibaca,
kalimat pembukanya saja ditulis seperti ini “Sebelum tumbuh dan sadar bahwa saya adalah salah seorang manusia
yang dikutuk menjadi bagian dari orang-orang yang tidak memiliki ketahanan dan kekuatan
fisik yang mumpuni, saya langsung mengganti harapan idealis dari ingin menjadi
seorang atlet menjadi seorang yang biasa-biasa saja.”


0 comments