Tuesday, November 5, 2019

Kesepian adalah Kata Pertama yang Akan Kita Ingat Andai Dunia Lebih Memilih Menjadi Kue Apem


Cerita sebelumnya bisa dibaca di sini.

Mari kita kembali ke wa terakhirmu sebelum aku menulis cerita ini.

Kau mengirimiku sebuah hasil tangkapan layar yang belum kuunduh sebab ini pertama kalinya sebuah gambar dikirim atas nama kontakmu. Memang tidak mudah menebak kebiasaanmu. Kau tidak pernah memiliki keinginan dan tidak menuntut apapun pada dunia ini selain seperti yang pernah kau katakan dengan nada bicara yang tak mengabarkan emosi jenis apapun -bahwa kau hanya ingin menonton bioskop dengan ibumu. 

Beberapa hari yang lalu, kau membagikan pesan berisi pranala yang tertaut ke sebuah situs pribadi milik seorang senior di kampusmu yang juga merangkap menjadi kawanmu. Dari puluhan daftar kontak yang dipilih acak olehmu, aku termasuk ke dalam penerima yang langsung membukanya. Aku membaca habis isi cerpen yang mirip anti-cerpen atau sebaliknya itu kurang dari lima belas menit. Waktu aku mulai membacanya aku miskin, dan setelah selesai membacanya aku tetap miskin. Ternyata cerita jenis apapun tidak membuat kita menjadi borju dalam sekejap.

Mungkin tulisanku selanjutnya ini akan terdengar sentimentil dan terasa sangat emosional bagimu, karena bagaimanapun kau tahu kejadian yang menimpaku tidak lama sebelum ini. Seorang pecundang, seberkilau apapun kalimat yang keluar dari mulutnya akan terdengar seperti kentut, begitu katamu ketika hubunganmu baru saja kandas dan aku meminta nasihat soal cinta kepadamu. 

Persis seperti anti-cerpen yang cerpen itu, semesta yang kita diami adalah dunia yang seolah-olah. Ia seakan memberimu beberapa pilihan untuk menjalani kehidupan ini padahal jalan ceritanya jelas dijejalkan ke depan mukamu dari awal. Ia mengencingimu namun kau terlambat menyadarinya. Cerita itu jelas bukan milik tokoh-tokoh Ika Natassa, cerita-cerita menjengkelkan itu untuk kita. Untuk kau, untukku, dan untuk kita semua para fakir dalam segala urusan di dunia ini yang tidak pernah gawat dan penting.

Kita berada di antara dunia yang seolah-olah memberikan kita pilihan dalam segala urusan. Tapi yang terjadi adalah aku ditolak perempuan berkali-kali dengan alasan muka yang kurang manusiawi. Ibu kost datang menggedor pintu kamarku seperti banteng kesurupan hanya karena tunggakanku lima bulan sebelumnya belum dibayar, ditambah setahun lagi. Dan, kebahagiaan tidak kunjung bertamu ke kamar kostku, entah karena dia takut disangka sebagai orang yang bertanggung jawab atas tunggakanku atau memang malas saja menemui orang yang masa depannya lebih buram dan berdebu dibanding pojokan rak buku perpus sekolah.

Jadi aku membalas wa-mu dengan beberapa kata pendek seperti “Itu siapa?”, “Apa urusan seorang laki-laki yang sedang duduk bersama perempuan berkacamata bulat yang tersenyum itu denganku?”, dan yang terpenting “Mengapa kau mengirimiku gambar itu?”.

Kau hanya membalas pesanku dengan singkat, “Itu dia,” dan sebuah emotikon yang barangkali digunakan oleh kaum pemuja Didi Kempot sedunia –gambar hati yang retak dan sebuah muka tanpa hidung yang tak jelas jenis kelaminnya sedang tersenyum. Maka langsung kubalas lagi pesanmu dengan beberapa kalimat panjang, kira-kira seperti inilah isi pesannya;

Pada suatu hari ulang tahunmu yang berbarengan dengan acara sekolah yang membuat guru tidak masuk kelas, kau berangkat dengan santai lebih lama daripada kebiasaanmu pergi sekolah. Kau adalah seseorang yang sudah tiga tahun belajar di sekolah itu, tapi itu adalah pertama kali langkahmu memasuki kelas disambut orang-orang di sana. Bahkan perempuan yang duduk di bangku depan yang selalu tremor ketika kauajak bicara, histeris. Okelah, ia memang selalu histeris, tapi ini jelas berbeda. Lebih melengking dari histeris. Semua orang bangkit dari duduknya dan menghampirimu, menyambutmu seakan kau salah seorang pemain bola asal daerah yang baru saja membawa negaranya juara dunia. "Halo, selamat pagi!" Kau mendengar seorang lelaki kurus berjaket kw dengan rambut bergaya emo berseru padamu dari jarak dekat. Kau sadar kau terlambat satu jam, tapi tentu ada cara menegur yang lebih manusiawi. Kuping kananmu pengang, pipimu basah terciprat ludahnya. Kau belum sempat melakukan pertolongan pertama pada keduanya karena kuplukmu telanjur ia tarik dan kau dipaksa duduk di bangku paling depan. Aroma kue menguar dan lilin dinyalakan lalu kau meniupnya sebelum beberapa menit selanjutnya kau akan saling pukul dan mematahkan hidung teman yang pertama mendaratkan kue penuh krim di mukamu. Kau dibawa ke ruang BK dan di sana mereka menceramahimu seperti keledai yang hilang akal.

Kau masih mengingat percakapan dengan ibumu pagi tadi. Ia bercerita tentang dagangannya yang ditinggalkan dan tak bisa menjaga dirinya sendiri. Malam sebelumnya ia dibobol oleh seseorang yang kedapatan di kamera cctv menggunakan tang untuk melepas gembok yang dipasang ibumu. Seseorang itu adalah pelanggan yang sering belanja di sebelah toko tempat ibumu berjualan. Namun, pemilik toko yang sudah menganggap pelaku dalam cctv itu langganan, merasa pelanggannya tidak mungkin melakukan hal tercela seperti demikian dan memilih mengelak dan membela dan memaksa ibumu diam andai dia masih ingin tenang berjualan di tempatnya kini, di depan toko mas yang sudah pasti bukan milik orang sini. Dalam beberapa jam ke depan kau mulai membenci orang-orang di sekitarmu dan lebih memilih mencintai orang asing yang mengasihi keluargamu.


Dari caramu bercerita waktu itu dan tatapanmu yang mirip seperti bekantan yang putus asa terhadap keserakahan manusia seharusnya aku mengerti bahwa dunia yang kita diami bukanlah dunia yang semestinya. Tapi dengan alasan apapun kita harus menyiasatinya. Luka perang yang menyebabkan Jake Barnes impoten tidak menghalangi cintanya terhadap Ashley, dan Cohn yang menyembunyikan rasa rendah dirinya dengan terus-menerus bertinju. Kau pun mesti punya alasan sendiri untuk terus melanjutkan hidup.

Aku menuliskan kalimat balasan selanjutnya kepadamu jika kau merasakan kesepian, sepertiku. Andai dunia memang diciptakan supaya kita mengerti bahwa ada hal-hal yang tidak akan terdefinisikan kau boleh lanjut membacanya. Namun, kalau memang kau tidak berkenan mengakuinya dan lebih memilih berganti ke aplikasi pamer foto dan video paling toxic, kau tetap akan membacanya sebab aku tetap harus menyelesaikan kalimat ini.

Seolah-olah kita memiliki sebuah pilihan. Maut, cinta, dan kesepian adalah hal-hal abstrak yang berada di luar jangkauan hitungmu, mereka bisa tiba-tiba datang dan mengacaukan segala hal yang kau susun rapi dan terstruktur jauh-jauh hari. Tapi kau jelas tahu dan sering mengakalinya dengan berpikir bahwa kau masih akan menghela napas dan memandang langit yang sepia seperti pandangan ibumu, dua jam ke depan. Kau memandang jauh ke seberang jalan dan berharap hujan akan membawakanmu payung lewat seorang perempuan. Seolah-olah kau bisa membeli kebahagiaan dengan menghabiskan seluruh isi dompet dan membikin rumah penuh sesak dan menyalakan suara-suara paling kencang yang akan membuat telinga pengang. Seolah-olah kau tidak sendirian dan akan terus seperti itu.

Kau lupa dan selalu melupakan bahwa kesepian adalah kata kerja, dan kata kerja akan tetap bekerja meski kau sibuk mengurusi dan mengerjakan hal sia-sia.

1 comments

  1. Tulisan ironi dengan penyampaian jenaka, begitu?
    Tipe tulisan yg menyelamatkanmu dari kesintingan karantina. Terima kasih atas karyanya

    ReplyDelete