Saturday, September 7, 2019

Ingatan Masa Kecil: Puisi-puisi Billie U



Pulang ke Cicurug

Kau menyebut beberapa nama:
Bandung. Bogor. Jakarta.
dari banyak kata dan kota
yang kau ingat, tidak ada
Cicurug di sana.

seseorang dari kaca
sebuah bis yang kau naiki
meraba-raba masa lalumu.

kau melihat pemandangan
dari jendela yang jauh.
perkara sawah yang musnah
tentang kawan yang menjadi tenaga perah
dongeng orang-orang yang haus
dan harus membayar air dari keringatnya sendiri.

ia ingin mengabarimu,
bahwa tanah yang kau tinggalkan
sedang tidak baik.

Hari ini, dari balik kemudi
kolmini kau dipaksa mengingat lagi.
Kenanganmu, sebuah tanda
yang tak bisa kau hapus namanya.

Hari ini rumah kecilmu: Cicurug
memanggilmu lagi.

Mungkin kau telah lupa,
dengan angkot 02. Meski
sebenarnya sikapmu sama dengannya:
membenci keramaian dan kelambanan.

Mungkin kau tidak akan tahu
bahwa antara kemacetan dan
kau –hampir mirip. Kalian berang
pada tol yang tidak bisa
dinikmati.

Sesungguhnya, kau pun tahu
dari mana dan ke mana
harus pergi dan
pulang.
andai.


Ingatan Masa Kecil

Kembali menjelma
menjadi kata rasa. Kata
kerja sudah tidak kau butuhkan
siang ini.

Sebuah luka membuat 
ingatanmu sadar. Hari
ini. setelah seharian 
menjadi orang kota:
sibuk dan membosankan.

Kau pernah takut dan
membuat perisai untuk
hari ini. Hari ketika
kau kembali menengok
dendam dan keinginan
yang terhalang oleh 
tradisi dan ekonomi.

Bertahun-tahun Kau
membangun tembok khayali
untuk menghilangkan dan 
menghalangi ingatan 
masa kecilmu ini.

Tapi, kau lupa.
Ingatan bukanlah prajurit
berbaju zirah atau seekor
kecoa yang terpeleset
dari kabin pesawat terbang.

Ingatan meresap ke dalam
tubuhmu lebih lamban
dan lebih tajam. Sampai
kau tidak sadar ada sesuatu
yang memenuhi mangkuk
kesedihanmu.

Tapi pula, kau
bisa memilih. Selalu 
bisa. melupakannya
atau meluapkannya.
Silakan!



Pagi Setelah Kau Berjalan Jauh

Kau pernah kenal
pagi seperti ini. Aroma masakan
ibu, desis sungai di kejauhan, suara
adzan subuh, dan angin mabuk yang
menggerakkan padi Pak Haji.

Kau kenal pagi seperti ini sebelum
kau pergi jauh. Pagi yang sama
ketika kau memutuskan berjanji
pada diri sendiri tentang segala
hal yang akan kau lakukan
di kota nanti.

Pagi ini kau diam. kau berhenti
sejenak. setelah berjalan jauh. Sebab
kau baru saja menyadari
bahwa apa yang kau inginkan
ternyata tidak kau butuhkan, dan
apa yang kau cari tidak
akan pernah kau temukan.

Sebelum kau pergi jauh, Ibumu
memberi nasihat singkat. kau ingat. 
Sebuah pesan yang harus kau ingat
pagi ini: “sebelum pergi, 
kau harus menghapal jalan pulang.”



Di Hari Kematianmu

Kau memilih mati hari
minggu. Karena katamu, 
“temanku banyak yang
online hari itu”. Barangkali
kau lupa, bahwa
orang-orang sangat sibuk
pada hari selain minggu.
Maka minggu kaupilih
meski sedikit dengan dalih.

Tidak ada teman-teman
medsos yang mengunjungimu.
Kau dimandikan tetangga;

Teman waktu kecil yang
pernah kau ejek masa depannya.


Pada hari minggu.
Di hari yang telah kau piliih,
Kau mati. tanpa pernah tahu
antara kau dan tempat
tinggalmu: siapa yang
sebenarnya butuh dan
dibutuhkan.

Tiga Panggilan Penting


Di masjid megah yang mengadakan tabligh akbar
Teleponmu berdering. maka kaubiarkan.
kembali berdering. kau menyenyapkannya.
waktu itu kau  sedang mencoba menarik air mata keluar
dari jutaan mata yang menonton.
menggunakan kekuatan kata-kata
kau berbicara dan berusaha menyayat
hati orangorang dengan satu kata
yang tetap bisa membuat orang dewasa
menangis: Ibu

Kemudian kau tertawa seraya
membayangkan nasibnya
yang renta, kesepian, dan sering
sakit-sakitan. Maka kau teringat pesan ibumu:
“pulanglah. Kau tak perlu merasa asing
di rumahmu sendiri”
kemudian,.
Teleponmu kembali bergetar
muncul wa dari ayahmu:
“ibumu mati. sendirian. pulanglah!
kau tak asing bukan, dengan ibumu sendiri”

sebelum kau menyesal dan mematikannya
teleponmu mengabari bahwa
ada panggilan tak terjawab dari
Ibumu…
Ibumu..
Ibumu.
kemudian (pesan) ayahmu.

0 comments