Ingatan Masa Kecil: Puisi-puisi Billie U
Pulang ke Cicurug
Kau
menyebut beberapa nama:
Bandung.
Bogor. Jakarta.
dari banyak
kata dan kota
yang kau ingat,
tidak ada
Cicurug di
sana.
seseorang
dari kaca
sebuah bis
yang kau naiki
meraba-raba masa lalumu.
kau melihat pemandangan
dari jendela yang jauh.
perkara sawah yang musnah
tentang kawan
yang menjadi tenaga perah
dongeng orang-orang yang haus
dan harus membayar air dari keringatnya sendiri.
ia ingin
mengabarimu,
bahwa tanah
yang kau tinggalkan
sedang
tidak baik.
Hari ini, dari
balik kemudi
kolmini kau
dipaksa mengingat lagi.
Kenanganmu,
sebuah tanda
yang tak
bisa kau hapus namanya.
Hari ini rumah
kecilmu: Cicurug
memanggilmu
lagi.
Mungkin kau
telah lupa,
dengan
angkot 02. Meski
sebenarnya
sikapmu sama dengannya:
membenci
keramaian dan kelambanan.
Mungkin kau
tidak akan tahu
bahwa
antara kemacetan dan
kau –hampir
mirip. Kalian berang
pada tol
yang tidak bisa
dinikmati.
Sesungguhnya,
kau pun tahu
dari mana dan ke mana
harus pergi dan
pulang.
andai.
Ingatan Masa Kecil
Kembali menjelma
menjadi kata rasa. Kata
kerja sudah tidak kau butuhkan
siang ini.
Sebuah luka membuat
ingatanmu sadar. Hari
ini. setelah seharian
menjadi orang kota:
sibuk dan membosankan.
Kau pernah takut dan
membuat perisai untuk
hari ini. Hari ketika
kau kembali menengok
dendam dan keinginan
yang terhalang oleh
tradisi dan ekonomi.
Bertahun-tahun Kau
membangun tembok khayali
untuk menghilangkan dan
menghalangi ingatan
masa kecilmu ini.
Tapi, kau lupa.
Ingatan bukanlah prajurit
berbaju zirah atau seekor
kecoa yang terpeleset
dari kabin pesawat terbang.
Ingatan meresap ke dalam
tubuhmu lebih lamban
dan lebih tajam. Sampai
kau tidak sadar ada sesuatu
yang memenuhi mangkuk
kesedihanmu.
Tapi pula, kau
bisa memilih. Selalu
bisa. melupakannya
atau meluapkannya.
Silakan!
Pagi Setelah Kau Berjalan Jauh
Kau pernah
kenal
pagi
seperti ini. Aroma masakan
ibu, desis
sungai di kejauhan, suara
adzan subuh,
dan angin mabuk yang
menggerakkan
padi Pak Haji.
Kau kenal
pagi seperti ini sebelum
kau pergi
jauh. Pagi yang sama
ketika kau
memutuskan berjanji
pada diri
sendiri tentang segala
hal yang
akan kau lakukan
di kota
nanti.
Pagi ini
kau diam. kau berhenti
sejenak. setelah
berjalan jauh. Sebab
kau baru
saja menyadari
bahwa apa
yang kau inginkan
ternyata tidak
kau butuhkan, dan
apa yang kau
cari tidak
akan pernah
kau temukan.
Sebelum kau
pergi jauh, Ibumu
memberi nasihat
singkat. kau ingat.
Sebuah pesan yang
harus kau ingat
pagi ini: “sebelum
pergi,
kau harus menghapal jalan pulang.”
Di Hari Kematianmu
Kau memilih
mati hari
minggu.
Karena katamu,
“temanku banyak
yang
online hari itu”. Barangkali
kau lupa,
bahwa
orang-orang
sangat sibuk
pada hari
selain minggu.
Maka minggu
kaupilih
meski sedikit dengan dalih.
Tidak ada
teman-teman
medsos yang
mengunjungimu.
Kau
dimandikan tetangga;
Teman waktu kecil yang
pernah kau
ejek masa depannya.
Pada hari
minggu.
Di hari
yang telah kau piliih,
Kau mati.
tanpa pernah tahu
antara kau
dan tempat
tinggalmu:
siapa yang
sebenarnya butuh
dan
dibutuhkan.
Tiga Panggilan Penting
Di masjid megah
yang mengadakan tabligh akbar
Teleponmu
berdering. maka kaubiarkan.
kembali
berdering. kau menyenyapkannya.
waktu itu
kau sedang mencoba menarik air mata
keluar
dari jutaan
mata yang menonton.
menggunakan
kekuatan kata-kata
kau
berbicara dan berusaha menyayat
hati
orangorang dengan satu kata
yang tetap
bisa membuat orang dewasa
menangis:
Ibu
Kemudian
kau tertawa seraya
membayangkan
nasibnya
yang renta,
kesepian, dan sering
sakit-sakitan.
Maka kau teringat pesan ibumu:
“pulanglah.
Kau tak perlu merasa asing
di rumahmu
sendiri”
kemudian,.
Teleponmu
kembali bergetar
muncul wa dari ayahmu:
“ibumu mati. sendirian. pulanglah!
kau tak asing bukan, dengan ibumu sendiri”
sebelum kau
menyesal dan mematikannya
teleponmu
mengabari bahwa
ada
panggilan tak terjawab dari
Ibumu…
Ibumu..
Ibumu.
kemudian
(pesan) ayahmu.


0 comments