Sindikat Pemburu Koran Minggu
Baca cerita sebelumnya di sini
Jatinangor hari ini gerah dan akan terus gerah seandainya kincir angin raksasa tidak segera dibuat untuk menyejukkan suhu udara di sini atau yang lebih masuk akal membuat matahari menjauh dua kilometer saja. Tanpa mengenakan sehelai baju dan hanya menyisakan sebuah kolor untuk menutupi sesuatu yang keseringan malu dengan tidak sengaja, tokoh P sedang mengisi TTS di koran, maka selagi ia kebingungan menemukan jawaban, baiknya kita kembali ke masa beberapa bulan silam.
Barangkali begini awalnya. P yang melarat ingin membeli sebuah barang. Tetapi, seperti kaum melarat di kota-kota orang, ia selalu tidak belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya. Dalam prosesnya untuk membeli barang dibutuhkan uang guna melakukan pertukaran, hal yang disebut alat tukar paling mutakhir yang diyakini oleh orang-orang termasuk P sendiri selalu lenyap dari dompetnya, dan kesalahan yang berulang dilakukan oleh P adalah selalu tidak memilikinya, tepatnya tidak punya banyak uang atau tidak cukup banyak uang untuk dibuang sembarangan atau lebih santai, tidak memiliki uang untuk dibakar lalu melupakannya.
Dalam tempo dua kali delapan jam, P menginisiasi praktik untuk melipatgandakan uang, sebuah cara yang ia temukan sebenarnya amat sederhana dan hanya bertumpu pada untung-untungan; mengisi TTS di koran. Untuk meyakinkan beberapa orang yang kelak bergabung dalam grup kecil-kecilan di wa nantinya, P ingin membuat mereka percaya lebih dulu dengan mengirim jawaban ke salah satu koran nasional yang kemudian dalam beberapa minggu ke depan namanya dimuat sebagai pemenang.
Kurang dari tiga bulan, terbentuklah suatu grup yang terdiri dari hampir dua puluhan orang. Sudah barang tentu mereka yang bergabung adalah umat-umat yang dilupakan juru selamat dari keinginan yang berlimpah dan daya beli yang patgulipat susahnya. Setiap akhir pekan mereka mendatangi penjual koran yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan, begitu yang dilakukan semua orang yang tergabung dalam grup termasuk P yang paling rajin dan melakukannya lagi pagi tadi
Kata-kata memang memiliki dimensi mistisnya masing-masing, kata-kata membuat kita iba lewat surat yang dibuat Sukab untuk Alina, bait-bait Chairil secara gamblang menularkan vitalitas atau larik-larik sajak Widji yang mencari celah dan membuat telinga kita pengang hingga kini. Maka jangan dilupakan kata-kata yang harus diisi P dalam TTSnya yang merupakan sumber rejekinya hingga kini.
P harus terlebih dahulu menyelesaikannya lalu membagikan jawaban tersebut di grup whatsapp. Biasanya orang-orang di grup akan membalas dengan menanyakan jawaban dengan mengacak nomor, seolah-seolah mereka berharap P akan percaya bahwa mereka juga serius mengerjakannya. Padahal jelas P tahu jika selain keempat temannya yang menjadi personil gelombang pertama sisanya hanyalah orang-orang yang tidak tahu malu karena hanya ingin uang, sementara porsi yang lebih kecil lagi diisi orang-orang narsistik yang berharap memiliki suatu kebanggaan dengan memenangkan sebuah hadiah.
Ia merangkul semuanya karena dari sana juga koin-koinya berjatuhan, P mengambil persenan dari hadiah tiap orang. Sebenarnya ia bisa saja mengisi sendiri dan mengirimnya sendiri terus-menerus setiap minggu, namun aturan sederhana yang membuat setiap pemenang tidak akan menang lagi dalam periode singkat membuat ia harus mencari identitas-identitas lain untuk memenangkan hadiah itu.
Beberapa temannya pernah bersedia memberinya identitas mereka tanpa diikuti syarat apapun, namun tidak sedikit yang ketakutan menyerahkan identitasnya sendiri. Mereka resah sebab banyak orang sering memiliki niat buruk terhadap identitas di samping mereka yang ingin bersembunyi di balik identitas yang bukan dirinya. Karena keterbatasan itu ia akhirnya bersedia memberi dirinya persenan yang lebih sedikit lalu terbentuklah grup yang demikian.
"Huruf ke-9 abjad Yunani."
P menulis I dan T secara vertikal setelah sebelumnya huruf O dari kata MONUMENTAL yang ditulisnya sebelum ini mengisi kotak kedua dari atas, ini membuatnya yakin untuk mengisi IOTA untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Mengisi teka-teki silang semacam ini membuatnya teringat seseorang yang menulis fiksi balasan untuk tulisan si Kupat beberapa hari lalu. Seorang tokoh bernama Apes -yang entah tragedi nahas macam apa yang telah dialaminya hingga kawan-kawannya rela menyumpahi nama dia seperti itu- dalam sebuah dialognya menyebut 'Ja untuk seseorang yang menjadi dalang di balik tulisan tempo hari. Dalam kotak-kotak kosong TTS, Ja ia tebak sebagai dua kotak terakhir, menelisik pada terbatasnya klu yang diberikan maka tentu akan sangat sulit menebak nama yang menjadi jawaban atas pertanyaannya ditambah tidak jelasnya jumlah kotak yang harus ia isi. Tapi bagaimanapun keadaannya P akan tetap mengisinya.
Dengan beberapa pertimbangan, P memperkirakan namamu adalah Buja, akronim dari bujangan jadah atau Soja kependekan dari so jadah, atau barangkali Meja sebab alasan yang sederhana sekali; karena ibumu seorang pengagum Shakespeare.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan P untuk namamu padahal tidak patut untuk dipertimbangkan tersebut berikut. Pertama, misalnya jika pun kamu memang sudah lebih dari seribu kali melewati jalanan yang disebut dari buah-buahan itu, kamu tentu tidak akan menyamakannya dengan rak Borma karena ia tidak memiliki kerumitan seperti jalanan yang kamu lalui kecuali kamu memang seorang penggemar Richard Dawkins yang sering mengada-ngada. Kedua, dengan ketertarikan atas dasar frasa yang termuat dalam bukunya dan bukan dari nama penulisnya, yakni Etgar Keret, P mengasumsikan jika kamu bukan penggemar Dea Anugrah atau Sabda Armandio atau barangkali kebalikannya. Dari dua pertimbangan di atas P berkesimpulan jika kamu adalah orang yang kolot, menyebalkan dan sering mengada-ngada, maka P memilih bahwa namamu adalah JA atau lengkapnya Denny JA.
Seandainya pun tebakan P benar demikian, semua argumennya tentu akan patah dengan kegiatanmu yang membawa bungkus rokok setengah isi, korek, dan tas selempang. Tindakanmu yang lebih memilih berteman dengan Apes dan ingin meminjam bukunya lebih menekankan bahwa dirimu tidak memiliki kemampuan membuat kontroversi dengan uang sebagaimana orang yang ditengarai P tadi adalah dirimu. Jadi keputusan P adalah tetap mengisi TTS dan tidak memikirkanmu.
Menurut P, terkadang tidak semua hal harus dijabarkan, bukan begitu. Yang kita lakukan hanyalah mengira-ngira, persis seperti mengisi kotak-kotak kosong TTS dan menulis balasan ini untukmu, Ja, kita hanya bisa bertaruh untuk ketidakpastian. Jika yang pasti adalah mati, maka kita sebenarnya hanya bertaruh untuk membuat genangan-genangan kecil sebelum sebuah ban yang berputar melaju dengan kecepatan seratus lima puluh kilometer per jam menindas lalu memuncratkannya.
Dengan begini jelaslah kenapa P susah kamu hubungi dan lama sekali menyahut soal tulisan kawanmu yang ingin merayakan ulang tahun itu tempo hari.
Begitulah kiranya kegiatan yang kami lakukan akhir-akhir ini, jadi aku sebagaimana kawan-kawanku yang lain meminta maaf atas terlambatnya menulis balasan untukmu dan juga sekalian mengabarkan bahwa Kupat dan Billie tidak bisa menghadiri undangan kalian. Jika keadaan negara tetap seperti ini dan masih belum punya niatan baik untuk bertobat maka selama itulah pertemuan kalian tidak akan terlaksana.
Jatinangor hari ini gerah dan akan terus gerah seandainya kincir angin raksasa tidak segera dibuat untuk menyejukkan suhu udara di sini atau yang lebih masuk akal membuat matahari menjauh dua kilometer saja. Tanpa mengenakan sehelai baju dan hanya menyisakan sebuah kolor untuk menutupi sesuatu yang keseringan malu dengan tidak sengaja, tokoh P sedang mengisi TTS di koran, maka selagi ia kebingungan menemukan jawaban, baiknya kita kembali ke masa beberapa bulan silam.
Barangkali begini awalnya. P yang melarat ingin membeli sebuah barang. Tetapi, seperti kaum melarat di kota-kota orang, ia selalu tidak belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya. Dalam prosesnya untuk membeli barang dibutuhkan uang guna melakukan pertukaran, hal yang disebut alat tukar paling mutakhir yang diyakini oleh orang-orang termasuk P sendiri selalu lenyap dari dompetnya, dan kesalahan yang berulang dilakukan oleh P adalah selalu tidak memilikinya, tepatnya tidak punya banyak uang atau tidak cukup banyak uang untuk dibuang sembarangan atau lebih santai, tidak memiliki uang untuk dibakar lalu melupakannya.
Dalam tempo dua kali delapan jam, P menginisiasi praktik untuk melipatgandakan uang, sebuah cara yang ia temukan sebenarnya amat sederhana dan hanya bertumpu pada untung-untungan; mengisi TTS di koran. Untuk meyakinkan beberapa orang yang kelak bergabung dalam grup kecil-kecilan di wa nantinya, P ingin membuat mereka percaya lebih dulu dengan mengirim jawaban ke salah satu koran nasional yang kemudian dalam beberapa minggu ke depan namanya dimuat sebagai pemenang.
Kurang dari tiga bulan, terbentuklah suatu grup yang terdiri dari hampir dua puluhan orang. Sudah barang tentu mereka yang bergabung adalah umat-umat yang dilupakan juru selamat dari keinginan yang berlimpah dan daya beli yang patgulipat susahnya. Setiap akhir pekan mereka mendatangi penjual koran yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan, begitu yang dilakukan semua orang yang tergabung dalam grup termasuk P yang paling rajin dan melakukannya lagi pagi tadi
Kata-kata memang memiliki dimensi mistisnya masing-masing, kata-kata membuat kita iba lewat surat yang dibuat Sukab untuk Alina, bait-bait Chairil secara gamblang menularkan vitalitas atau larik-larik sajak Widji yang mencari celah dan membuat telinga kita pengang hingga kini. Maka jangan dilupakan kata-kata yang harus diisi P dalam TTSnya yang merupakan sumber rejekinya hingga kini.
P harus terlebih dahulu menyelesaikannya lalu membagikan jawaban tersebut di grup whatsapp. Biasanya orang-orang di grup akan membalas dengan menanyakan jawaban dengan mengacak nomor, seolah-seolah mereka berharap P akan percaya bahwa mereka juga serius mengerjakannya. Padahal jelas P tahu jika selain keempat temannya yang menjadi personil gelombang pertama sisanya hanyalah orang-orang yang tidak tahu malu karena hanya ingin uang, sementara porsi yang lebih kecil lagi diisi orang-orang narsistik yang berharap memiliki suatu kebanggaan dengan memenangkan sebuah hadiah.
Ia merangkul semuanya karena dari sana juga koin-koinya berjatuhan, P mengambil persenan dari hadiah tiap orang. Sebenarnya ia bisa saja mengisi sendiri dan mengirimnya sendiri terus-menerus setiap minggu, namun aturan sederhana yang membuat setiap pemenang tidak akan menang lagi dalam periode singkat membuat ia harus mencari identitas-identitas lain untuk memenangkan hadiah itu.
Beberapa temannya pernah bersedia memberinya identitas mereka tanpa diikuti syarat apapun, namun tidak sedikit yang ketakutan menyerahkan identitasnya sendiri. Mereka resah sebab banyak orang sering memiliki niat buruk terhadap identitas di samping mereka yang ingin bersembunyi di balik identitas yang bukan dirinya. Karena keterbatasan itu ia akhirnya bersedia memberi dirinya persenan yang lebih sedikit lalu terbentuklah grup yang demikian.
"Huruf ke-9 abjad Yunani."
P menulis I dan T secara vertikal setelah sebelumnya huruf O dari kata MONUMENTAL yang ditulisnya sebelum ini mengisi kotak kedua dari atas, ini membuatnya yakin untuk mengisi IOTA untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Mengisi teka-teki silang semacam ini membuatnya teringat seseorang yang menulis fiksi balasan untuk tulisan si Kupat beberapa hari lalu. Seorang tokoh bernama Apes -yang entah tragedi nahas macam apa yang telah dialaminya hingga kawan-kawannya rela menyumpahi nama dia seperti itu- dalam sebuah dialognya menyebut 'Ja untuk seseorang yang menjadi dalang di balik tulisan tempo hari. Dalam kotak-kotak kosong TTS, Ja ia tebak sebagai dua kotak terakhir, menelisik pada terbatasnya klu yang diberikan maka tentu akan sangat sulit menebak nama yang menjadi jawaban atas pertanyaannya ditambah tidak jelasnya jumlah kotak yang harus ia isi. Tapi bagaimanapun keadaannya P akan tetap mengisinya.
Dengan beberapa pertimbangan, P memperkirakan namamu adalah Buja, akronim dari bujangan jadah atau Soja kependekan dari so jadah, atau barangkali Meja sebab alasan yang sederhana sekali; karena ibumu seorang pengagum Shakespeare.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan P untuk namamu padahal tidak patut untuk dipertimbangkan tersebut berikut. Pertama, misalnya jika pun kamu memang sudah lebih dari seribu kali melewati jalanan yang disebut dari buah-buahan itu, kamu tentu tidak akan menyamakannya dengan rak Borma karena ia tidak memiliki kerumitan seperti jalanan yang kamu lalui kecuali kamu memang seorang penggemar Richard Dawkins yang sering mengada-ngada. Kedua, dengan ketertarikan atas dasar frasa yang termuat dalam bukunya dan bukan dari nama penulisnya, yakni Etgar Keret, P mengasumsikan jika kamu bukan penggemar Dea Anugrah atau Sabda Armandio atau barangkali kebalikannya. Dari dua pertimbangan di atas P berkesimpulan jika kamu adalah orang yang kolot, menyebalkan dan sering mengada-ngada, maka P memilih bahwa namamu adalah JA atau lengkapnya Denny JA.
Seandainya pun tebakan P benar demikian, semua argumennya tentu akan patah dengan kegiatanmu yang membawa bungkus rokok setengah isi, korek, dan tas selempang. Tindakanmu yang lebih memilih berteman dengan Apes dan ingin meminjam bukunya lebih menekankan bahwa dirimu tidak memiliki kemampuan membuat kontroversi dengan uang sebagaimana orang yang ditengarai P tadi adalah dirimu. Jadi keputusan P adalah tetap mengisi TTS dan tidak memikirkanmu.
Menurut P, terkadang tidak semua hal harus dijabarkan, bukan begitu. Yang kita lakukan hanyalah mengira-ngira, persis seperti mengisi kotak-kotak kosong TTS dan menulis balasan ini untukmu, Ja, kita hanya bisa bertaruh untuk ketidakpastian. Jika yang pasti adalah mati, maka kita sebenarnya hanya bertaruh untuk membuat genangan-genangan kecil sebelum sebuah ban yang berputar melaju dengan kecepatan seratus lima puluh kilometer per jam menindas lalu memuncratkannya.
Dengan begini jelaslah kenapa P susah kamu hubungi dan lama sekali menyahut soal tulisan kawanmu yang ingin merayakan ulang tahun itu tempo hari.
Begitulah kiranya kegiatan yang kami lakukan akhir-akhir ini, jadi aku sebagaimana kawan-kawanku yang lain meminta maaf atas terlambatnya menulis balasan untukmu dan juga sekalian mengabarkan bahwa Kupat dan Billie tidak bisa menghadiri undangan kalian. Jika keadaan negara tetap seperti ini dan masih belum punya niatan baik untuk bertobat maka selama itulah pertemuan kalian tidak akan terlaksana.


