Thursday, October 3, 2019

Membaca Kefanaan dan Puisi-puisi Lainnya: Rudiyana Sapta Prayoga

Membaca Kefanaan dan Puisi-puisi Lainnya: Rudiyana Sapta Prayoga


2.14

Bulan sungguh angkuh malam ini
Seakan ia merasa menyinari seluruh langit
Pun awan adalah segumpal objek putih
Merasa dibayang-bayangi
Karena tak bisa sembunyi
Layaknya hari yang lampau
Beda dengan bintang
Kali ini ia malu, sembunyi, lagi.

Pada sepertiga malam
Angin membelai mesra pipiku,
mungkin juga pipimu.



Sajak Tuhan

Endapkan aku pada langit-langit kamarmu
Agar bisa kau lihat setiap kali akan tidur
Tempelkan aku pada semua bukumu
Pada setiap kata dan kalimat
Selalu, setiap saat

Leburkan aku pada kasur empukmu
Setidaknya, agar membuatmu hangat
Dan ketika kau terjaga,
Pejamkanlah lekas, jangan khawatir
Aku bisa menjagamu,
karena aku adalah hela napas yang kau hirup



Dansa di atas pedang

Kita berdansa di atas pedang
Menahan luka menancap kaki
Tanganmu memelukku
Matamu menahan pedih

Aku mencumbumu
Kau peluk leherku

Kita adalah lantunan melodi kesakitan
Dihiasi lilin-lilin redup
Hingga sampai saat kau tak kuasa lagi
Menyiksa diri dalam dansa kita

Aku masih berdansa di atas pedang
Bersama angan dan mimpi yang kau buang



Sinta, Titisan Laksmi yang Tersaruk-saruk

Sinta menanggung siksa
la tersaruk-saruk di rimba Dandaka
Setelah rakyat Ayodya mengusirnya
Dan Rama masih ragu padanya

Juga ritual api yang Sinta lewati
Tak cukup bagi Rama kiranya
Bahwa Sinta telah disentuh Rahwana
Di Alengka dalam kurungan di Taman Argasoka

Kadang Sinta bertanya-tanya
"Apakah cinta bagi Rama memerlukan syarat?"
Kini ia tak mau tahu
Sinta hanya mau anak dalam rahimnya hidup

Sinta masih merangkak menyusur rimba
Hingga kemudian,
Siluman - siluman pun beriba pada Sinta
Tak kuat mereka melihat Sinta

Mereka kasih tolong itu Sinta
Dibawanya Sinta ke luar rimba
Hingga dipertemukanlah Sinta dengan Walmiki
Seorang tua bijak nan piawai menulis

Tak lama jua bahagia kembali datang
Lawa dan Kusa, buah kandung dari Sinta
Kini sedang lincahnya berburu
Harapan bagi Sinta

*)disadur dari "Kitab Omong Kosong" milik SGA


Membaca Kefanaan

Aku membaca hujan,
Tak lama hujan reda
Aku membaca matahari,
Tak lama malam datang

Aku membaca bulan,
Tak lama fajar menjelang
Aku membaca dinginnya fajar,
Tak lama hangatnya mentari mengelus tubuhku

Aku membaca hangatnya mentari,
Tak lama awan menutupi
Aku membaca awan,
Tak lama langit biru meluas

Aku membaca langit,
Tak lama bangunan menghalangi
Aku membaca bangunan,
Tak lama dinding membatasi

Aku membaca dinding
Tak sengaja muncul potret wajahmu
Aku membaca wajahmu,
Tak lama senyummu memancar

Aku membaca senyummu,
Tak lama matamu berbinar binar
Aku membaca matamu,
Tak lama bentangan cakrawala indah membuai mataku, juga

ketaksempurnaanku nampak pada bola matamu.



Kurban Sakit Hati

Berguncang iman Sutan Alam Shah saat wajah perempuan
malang membayang
Gelisah risau, iba hati mengenang nasib Dik cantik itu
Ingin hati berbuat lebih, namun mulut berucap sedih
Sampai si Buyung lupa akan ikhwal rumah tangga nya sendiri

Tentu hati Limau Manis tak senang melihat perubahan lakinya
Cemburunya pun bertambah besar,
"Tak terderitakan lagi oleh hamba laku perangai Tuan! sejak
Tuan gila bayang bayang... tuntut Manis
"Manis! Ingat tertib sopan! Jangan diperurutkan cemburuan!
sahut Sutan dengan belalak mata

Panas hati mengiring Sutan pergi
Cemburu hati Manis berbuah jadi dendam
la tak takut pada lakinya ini, bahkan ia bersumpah kan
menuntaskan dendam pada lakinya

Sampai ketika Sutan tengah berbaring lemas tak berdaya,
"Sampai sudah niat... si Manis..." putus putus suaranya
Sebab nyawa Sutan Alam Syah tlah menghindar dari raganya

*)digubah dari "Hulubalang Raja BAB XIV" N. St. Iskandar


Kau Adalah Keragu-raguan yang Membisu

Hai, Na!
Lepaskan ragumu

Pada teka-teki seekor burung dalam
sangkar
Inginnya ia terbang menelusur awan
Namun apa daya,
la masih dalam sangkar
Bisakah ia bertemu dengan tangannya?
Membelaikan sayap pada terpaan angin
Tidur bersama bintang-bintang
Sampai lelapnya tak lagi ragu

Hai, Na!
Jangan lagi ragu, hempaskanlah
Kan ku bawa kau melayang, menertawakan

ragumu